Selasa, 11 Mei 2010

happily present... the 1st Chapter !!



“Tap.. tap.. tap.. “ Langkah kaki Kirka bergema di sepanjang lorong lantai 2 SMA Magradika Jakarta yang sudah sepi sejak setengah jam yang lalu. Sambil membawa map besar dan beberapa buku pelajaran ditangan kanannya sementara tas kanvas besar yang bergambar kamera pocket hasil gambar tangannya sendiri terlampir di pundak, Kirka berlari kecil menyusuri lorong sambil matanya sesekali melirik ke kertas jadwal ruang mata pelajaran semester ini yang ia pegang di tangan kirinya dan papan nama setiap kelas yang ia lewati secara bergantian.

Kirka memang masih juga belum terbiasa dengan system pelajaran tahun ini yang berganti menjadi system moving class. Dimana kini siswa-siswi harus berpindah-pindah kelas sesuai dengan mata pelajaran mereka. Jika pelajaran matematika maka kita harus pergi ke kelas matematika, jika sehabis itu mata pelajarannya adalah pelajaran seni budaya, maka kita harus berpindah kelas ke kelas seni budaya, dan begitu seterusnya. Maka kini tidak ada lagi yang namanya ruang kelas X-4, XI IPS 3, atau pun XII-IPS 2. Yang ada hanyalah ruang 202 kelas bahasa inggris, ruang 208 kelas geografi, dan ruang kelas mata pelajaran lainnya.

Dan yang paling tidak diuntungkan dengan system pelajaran baru yang mencontek budaya sekolah di luar negeri ini adalah tidak lain dan tidak bukan yaitu, Kirkanaya Nara. Ya, Kirka. Mengingat gadis ini memang punya ingatan yang sangat pendek yang sangat bertolak belakang dengan tubuhnya yang tinggi semampai. Padahal sudah 2 bulan system moving class ini diberlakukan, tapi Kirka tidak juga hafal dimana ruang geografi, ruang ekonomi, dan ruang-ruang lainnya. Yang ia ingat hanya ruang bahasa Indonesia yang letaknya sangat strategis karena dekat dengan kantin. Sehingga sebelum masuk kelas, Kirka bisa mampir ke kantin sebentar untuk meladeni nafsu ngemilnya yang cukup tinggi.

Maka alhasil seperti inilah Kirka. Luntang-lantung panik mencari kelas Sejarah. Ditambah lagi ia telat, sehingga Kirka pun tidak punya teman barengan ke kelas dan ia harus kelimpungan sendiri seperti ini sekarang, setelah sempat nyasar ke ruang 211 dan menemukan fakta bahwa kertas jadwal pelajaran yang sedari tadi ia jadikan pedoman sangat amatlah tidak berguna. Mengingat di kertas jadwal pelajaran itu hanya tertulis nomer ruangan setiap mata pelajarannya, bukan denah lokasi dimana ruang-ruangan itu berada.

Akhirnya disinilah Kirka. Di depan pintu ruang 207, dimana terdapat papan kayu menggantung di sisi kanan atas pintu yang bertuliskan “Sejarah”. Kirka melirik sekilas jam tangan kulit cokelat yang melingkar di tangan kiri nya yang telah menunjukkan pukul 7.10. Kirka pun merengut cemas. Dirapikannya baju seragam nya yang agak berantakan menyembul keluar akibat aksi lari-lari tadi. Kemudian ia mengencangkan ikatan rambutnya yang di kuncir kuda. Kirka pun lalu mengetuk pelan pintu sebanyak tiga ketukan. Ia mengehela nafas panjang dan membuka pintu. Aneh. Suasana kelas begitu sepi. Kirka mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Teman-teman sekelasnya, kelas XI.IPS.3, tidak biasanya diam seperti ini. Dan ia kemudian mengarahkan pandangannya ke arah sudut kanan depan kelas. Bu Tari yang sedang duduk di meja guru itu nampak memandang ke arahnya dengan ekspresi agak terheran. Mata Kirka pun bertemu pandang dengan Bu Tari. Ia berdehem pelan, sebelum kemudian melangkahkan kakinya dengan sangat perlahan lurus menuju Bu Tari yang masih terduduk sambil memandangnya lekat-lekat. Ia berjalan begitu perlahannya, sengaja mengulur waktu untuk memikirkan alasan yang tepat, jitu, dan akurat untuk keterlambatan nya kali ini. Keterlambatan ketiga nya dalam semester 1 yang baru berjalan 2 bulan ini. Keterlambatan keduanya baru saja terjadi di pertemuan minggu lalu, saat Kirka berkilah bahwa keterlambatannya itu disebabkan oleh ia yang harus mengantar Mamanya dini hari sekali ke bandara untuk dinas ke Singapore. Padahal kenyataannya, Kirka memang mengantar Mamanya ke Singapore, tapi itu pada sore kemarinnya. Dan setelah Kirka mengantar Mamanya ke bandara itu, Kirka malah pergi nongkrong di Mall dengan kakaknya, Mas Aga dan sepupunya, Naya hingga larut malam. Dan alhasil gara-gara itulah ia telat bangun dan terlambat ke sekolah keesokkan harinya.Namun untuk yang sekarang? Apa alasannya?.

Cukup lama Kirka berpikir sampai akhirnya tidak terasa ia sudah sampai berdiri di jarak 20 cm dari tempat Bu Tari duduk. Kemudian Kirka mengambil secarik kertas persegi panjang yang terselip diantara buku-buku pelajaran yang ia pegang di tangan kanannya. Ia pun lalu menaruh kertas Keterangan Terlambat itu di atas meja di hadapan Bu Tari. Kirka mengehela nafas panjang untuk kesekian kalinya. “Bu maaf saya tahu saya salah karena saya terlambat, tadi saya berangkat bareng kakak saya Bu naik motor , tapi gak tau kenapa pas di pertigaan pasar sana tiba-tiba motornya mogok Bu, padahal bensin masih penuh, dan bannya juga masih kenceng Bu. Akhirnya saya terpaksa jalan, karena angkot pada penuh semua. Sekali lagi maaf ya Bu. Dan kalo Ibu gak percaya, Ibu bisa tanya ke kakak saya atau Mama saya sekalian.” Kirka berkilah cepat dengan kalimat panjangnya yang telah ia rangkai sebegitu sempurnanya hanya dalam waktu tidak sampai semenit. Sehabis ini ia harus segera sms Mamanya dan Mas Aga. Karena Bu Tari bukan tidak mungkin akan benar-benar menanyakan hal ini pada kakak atau Mamanya. Mengingat Bu Tari memang cukup baik mengenal Mamanya, Jenima Kanaya, wedding organizer yang membantu mempersiapkan pernikahan putra sulung Bu Tari dua bulan lalu. Mamanya pasti mau diajak sedikit berbohong demi memperbaiki citra anak bungsu kesayangannya ini di depan Bu Tari. Tapi tentu saja setelah bertemu di rumah nanti Kirka pasti akan dimarahi habis-habisan, karena Mamanya benar-benar tahu alasan sesungguhnya Kirka bisa datang terlambat ke sekolah hari ini. Yaitu karena semalaman Kirka nekat merampungkan novel “Julie & Julia” karangan Julie Powell milik Mamanya. Dan semalam pun sebenarnya Mamanya telah berkali-kali menasihati Kirka untuk segera tidur dan meneruskan baca di keesokan hari. Tapi bukan Kirka si kepala batu namanya kalau mau menuruti kata-kata Mamanya. Meski ia sudah merasa pelupuk matanya menjadi begitu berat, ia terus nekat meneruskan membaca hingga halaman terakhir dan baru tidur kemudian pada jam 1 malam.

Bu Tari menatap kertas Keterangan Terlambat milik Kirka di meja sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke arah Kirka “Ya sudah, kali ini Ibu maafkan karena Ibu percaya kalau kamu sudah membawa-bawa nama Ibu kamu. Tapi ini sudah ketiga kalinya kamu terlambat di pelajaran Ibu. Kalau kamu membuatnya menjadi yang keempat, Ibu tidak segan untuk tidak mengizinkan kamu mengikuti pelajaran Ibu”. Yes!!! Kirka berteriak dalam hati. Bu Tari benar-benar percaya. Thanks a lot to you Mom!. “Oh iya-iya. makasih ya Bu. Iya saya janji gak akan telat lagi Bu” ujar Kirka dengan muka innocent nya.

Kirka lalu membalikkan badannya. Ia mengedarkan pandangannya lagi ke seluruh kelas, sampai akhirnya matanya tertumbuk pada Auri, gadis berkacamata berambut hitam ikal sebahu itu nampak sedang serius membaca buku sejarah yang tergeletak di mejanya yang berada di barisan pojok pinggir pintu baris ke empat dari depan. Bangku di sebelah pojok di samping Auri nampak masih kosong, menunggu untuk diduduki oleh Kirka.

Kirka berjalan mantap menuju bangku kosong tersebut. Tiba-tiba Bu Tari berseru dengan lantang “Yak anak-anak sekarang tutup semua bukunya dan kumpulkan ke depan. Dewi, cepat bagiin kertas ulangannya ke yang lain”. Dewi sang bendahara kelas, berdiri dari tempat duduknya dan dengan gesit membagikan kertas ulangan satu per satu pada anak-anak yang lain. Sementara anak-anak pun mulai berdiri mengumpulkan buku sejarah mereka di meja guru. Kirka yang sempat berdiri mematung keheranan, sontak berteriak kaget “Lho? Ulangan Bu? ”. Bu Tari yang sibuk merapikan buku-buku pelajaran yang tergeletak berantakan di meja berujar santai tanpa menoleh ke arah Kirka “Iya, Ibu sudah bilang kok dari minggu kemarin. Malah tadi juga Ibu sudah ngasih waktu untuk belajar setengah jam. Siapa suruh kamu baru datang”. -----------------. Kirka terdiam. Mematung. Mati gaya. Shit!!. Iya ya, Bu Tari kan udah bilang minggu lalu, malah kemarin Auri juga sempet ngingetin kok tentang ulangan hari ini. Aduh.. Kirka…… sedih banget sih lo punya ingetan Kw2 gini!. Kirka hanya bisa mengeluh di dalam hatinya. Kemudian ia segera berjalan ke bangkunya sambil sebelumnya melirik ke arah Auri yang hanya bisa melihatnya dengan tatapan kasihan. Dari ekspresi Kirka, Auri bisa menebak kalau sahabat sebangkunya dari kelas X ini sangat belum siap menghadapi ulangan.

Kirka segera mengeluarkan alat tulis dari tasnya dan menaruhnya ke atas meja. Aduh gimana nih? Gue sama sekali belom belajar. Ulangan bab yang mana aja gue gak tau! Mampus! Mampus! Ahh.. apa nge-bet aja kali ya?. Kirka pun segera mencari buku cetak Sejarah yang berwarna hijau di dalam tas-nya. Satu per-satu ia jarinya menyusuri tiap buku di dalam tasnya. Hmmm.. buku biru buku PKN, merah buku Matematika, Kuning buku bahasa inggris, hmm ijo-ijo.. Lho Buku Ijo? Buku ijo, buku sejarah mana?. Jangan… Jangan… Ya ampun!! Dia lupa bawa buku sejarah!. Ahhhhhh. Duh mau nyontek pake apaan dong? Buku catetan juga gak punya.

Kirka kemudian melirik ke arah Auri. Auri yang memang sedari tadi memperhatikan tingkah-polah kirka yang begitu heboh, hanya mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya ada apa dengan Kirka. “Ri, pinjem buku sejarah kamu dong?” Kirka berbisik pelan pada Auri. “Yah telat Ka, tadi udah aku kumpulin. Udah tenang, nanti kamu liat jawaban aku aja.” Auri balas berbisik lembut. Sahabat Kirka yang satu ini memang begitu baik. Selain baik, Auri yang juga adalah tetangga satu komplek Kirka merupakan juara kelas dari kelas X. Kirka sering memintainya tolong untuk membantunya belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah. Saking dekatnya mereka, mereka pun menggunakan bahasa halus “aku-kamu” untuk percakapan sehari-hari khusus antara mereka berdua. Kirka benar-benar telah menganggap Auri sebagai saudara perempuannya, mengingat Kirka hanya memiliki kakak laki-laki yang itu pun memiliki perbedaan umur 4 tahun di atas Kirka.

Kembali pada Ulangan Sejarah yang begitu mematikan bagi Kirka. Setelah gagal mendapatkan pinjaman buku untuk contekan dari mana-mana, Kirka benar-benar tidak bisa mengandalkan apapun. Tidak otak dengan ingatan dangkal miliknya, ataupun tidak dengan otak encer milik Auri disebelahnya, yang ternyata juga tidak dapat membantunya karena Bu Tari memberikan soal yang berbeda-beda untuk tiap meja sebangku. Dimana soal Auri soal A, dan Kirka mendapatkan soal B. Di depan Kirka, duduk Sura, gadis bertubuh agak berisi, berambut panjang hitam kelam dengan kulit putih khas Manado yang memiliki kepribadian begitu Dark! Sangat misterius dan kental dengan hal-hal berbau Mistis. Hal ini terlihat dari barang-barang Sura yang semuanya bernuansa hitam! dan anaknya yang memang suka menutup diri dan sering bertingkah aneh. Tapi Sura tentu saja mendapatkan soal B, sama seperti Kirka. Tapi Kirka tidak mungkin bertanya atau mencontek pada Sura, yang memang tidak begitu dekat dengannya. Hmm.. bisa-bisa Kirka bukannya diberi jawaban malah diberi tatapan maut melotot dengan mata besar Sura yang seperti mata kucing hitam. hiiii…. Kirka bergidik ngeri sendiri.

Kirka kemudian melirik ke arah belakangnya. Samar-samar ia melihat Imam, anak paling madesu a.k.a Masa depan Suram di kelas XI IPS 3 ini yang nampak tengah tertidur pulas diatas kertas ulangannya yang terlihat blank! Kosong!. Ahh benar-benar tidak bisa diharapkan.

Kirka mengalihkan pandangannya ke arah Auri. 180 derajat berbeda dengan pemandangan suram yang baru saja dilihatnya. Auri nampak begitu gesit dan seolah begitu menggebu-gebu mengisi kertas ulangannya yang terlihat sudah penuh setengah halaman. Padahal ulangan baru berjalan 5 menit. Bahkan Kirka pun belum sama sekali melirik apalagi membaca soal-soal di kertas soal miliknya. Auri… Auri… Apa sih yang ada di otaknya? Jangan-jangan mesin fotocopy lagi? Kok bisa ya dia benar-benar hafal materi sejarah yang banyaknya keterlaluan begitu.

Sadar bahwa dirinya semakin membuang-buang waktu hanya dengan menatap Auri dengan tatapan terkagum-kagum seperti biasanya, Kirka akhirnya meraih kertas soalnya. Ada 5 soal uraian.

1. Jelaskan bukti-bukti yang mendukung pengaruh Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 & abad ke 13.

2. Tuliskan pendapat –pendapat para ahli tentang pembawa agama Islam ke Indonesia.

3. Berikan alasanmu, mengapa agama Islam dengan mudah dapat diterima di Indonesia?

4. Jelaskan proses pecahnya Mataram menjadi kerajaan-kerajaan kecil.

5. Apa saja yang telah dilakukan kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa untuk menyebarkan Islam?

Ya ampun! Soal apa ini? Emang ada ya yang beginian di buku?. Ah gak ada yang gue tau!. Kirka mengeluh di dalam hati. Kirka memang tidak pernah serius menanggapi pelajaran sejarah. Saat pelajaran Sejarah berlangsung, Kirka biasanya lebih memilih untuk tidur sambil mendengarkan lagu di ipod hijau muda kesayangannya, atau membaca novel-novel jadul milik mamanya yang sering ia pinjam. Dan jangankan membaca atau pun membuka buku Sejarah, Kirka malah biasanya sering lupa membawa buku tersebut ke sekolah. Seperti hari ini contohnya.

Ah. Coba Satria disini. Di sampingnya. Cowok yang baru resmi menjadi pacar Kirka sejak hampir 2 bulan yang lalu itu amatlah mencintai sejarah. Tidak seperti orang-orang yang berpendapat untuk “tidak menengok lagi yang telah lalu dan lurus menatap apa yang ada di depan saja”, Satria Ramadya cowok pendiam yang jago bermain gitar dan mengaku sangat mengidolakan _______ ini malah berprinsip bahwa dalam mengambil keputusan untuk masa depan kita harus selalu terlebih dahulu menengok sejarah, menengok ke belakang dimana harta yang sesungguhnya yaitu pelajaran dari pengalaman terdapat di masa lalu. Jadi dengan bahasa yang universal, yang dimaksud Satria adalah kita harus belajar dari pengalaman. Satria…. ya kalau dia ada disini, pasti dengan mudah ia dapat membantu Kirka mengerjakan soal-soal ini. Kirka ingat Satria pada suatu malam menelponnya selama lebih dari 1 jam dan habis hanya untuk bercerita kepada Kirka tentang bagaimana tragisnya kisah cinta yang terjalin antara Ken Arok dan Ken Dedes. Satria juga pernah beberapa kali mengajaknya ke Museum Gajah, dan bagaikan seorang pemandu wisata professional, Satria mampu menjelaskan dengan detail hampir seluruh barang-barang peninggalan sejarah yang ada di museum tersebut. Satria sungguh bertolak belakang dengan Kirka yang sekali lagi dengan ingatannya yang dangkal sangat benci menghafal danjuga sangat benci dengan segala sesuatu yang mengharuskan dirinya untuk menghafal, seperti pelajaran Sejarah ini salah satunya.

Andaikan pulsa di handphone Kirka masih bersaldo, mungkin sudah dari tadi ia meng-sms Satria menanyakan jawaban dari soal-soal ulangannya tersebut. Sayangnya hari ini Kirka memang kelewat sangat tidak beruntung. Saldo pulsa di handphonenya hanya tinggal bersisa Rp 8 perak.

Kemudian iseng-iseng Kirka memasukkan tangan kirinya ke kolong laci meja. Meraba-raba menyusuri ruang laci tersebut berharap menemukan buku Sejarah milik siswa kelas lain yang mungkin saja tertinggal. Tapi nyatanya, Kirka tidak menemukan apa-apa melainkan hanya secarik kertas. Dengan perlahan Kirka kemudian menaruh kertas tersebut di atas meja kemudian langsung ia tutupi dengan kertas ulangannya. Ia melirik ke arah Bu Tari memastikan keadaan aman. Setelah yakin keadaan aman, Kirka perlahan menggeser kertas ulangannya untuk melihat isi dari kertas yang ditemukannya tadi. Tidak menemukan buku sejarah untuk di contek, Kirka berharap kertas itu berisi contekan bekas anak kelas lain yang sudah ulangan terlebih dahulu. Namun ternyata…. ….ZONK! BLANK! KOSONG!. Secarik kertas yang hanya berukuran setengah halaman buku tulis yang disobek itu tidak berisikan apa-apa selain tulisan tanggal kemarin di pojok kiri atas, dan huruf S yang ditulis besar menggunakan pulpen di pojok kanan atas kertas. Ya ampuuunnnn!!!! Hari ini tidak ada kata yang dapat menggambarkan nasib Kirka selain kata: SIAL!. “Duh sial-sial sialan-sialan!!!” Kirka mengumpat dalam hati sambil meneruskan tulisan huruf S tadi dengan menuliskan huruf i-a- dan l setelah huruf S, sehingga membentuk kata: Sial!.

“15 menit lagi ya anak-anak!” Bu Tari berseru sambil melihat ke arah jam tangannya. Kirka pun sontak kaget. Kertas jawabannya masih kosong. Dan ia benar-benar tidak tahu sama sekali satupun jwaban dari kelima soal tersebut. Kirka mengambil pulpennya dan menulis “BODO! ULANGAN GUE = 0!!!” di kertas yang telah ia tulisi “sial” tadi. Tanpa pikir panjang ia pun segera melempar secarik kertas tadi kembali ke laci meja, dan sejurus kemudian nampak begitu gesit mengarang bebas di kertas ulangannya. Huh! Benar-benar awal hari yang sangat tidak menyenangkan. SEJARAH SUCKSS!!!!


(hehe maaf masih kasar..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar