"It's complicated, it always is
That's just the way it goes
feels like I've waited so long for this
I wonder if it shows?"
When love takes over- David Guetta ft. Kelly Rowland
Kirkanaya Nara sedang berdiri di depan sebuah cermin. Gadis yang biasa dipanggil Kirka itu memutar badannya, memperhatikan setiap detail penampilannya lalu menggelung rambutnya keatas. Penampilannya terlihat begitu cantik dengan pakaian tradisional khas Sumatera; baju kurung yang dipadu dengan kain tenun berwarna senada, hijau muda. Ia memoleskan sedikit pelembab bibir untuk bibirnya yang kering. Kirka memandang lagi refleksi dirinya di cermin, ketika sebuah ketukkan mengagetkannya.
Jenima Kanaya, atau ibu Jema, seorang wedding orginizer yang cukup terkenal dikalangan socialite Jakarta. Ia pernah beberapa kali menangani acara pernikahan para artis ibukota, yang sangat megah dan begitu meriah. Tidak heran jika hari ini, Kirka, sang anak, membantu ibunya di acara pernikahan salah satu kliennya.
"Kirka, ayo bantu Ibu Kamu bisa kan dandanin para pagar ayu?" perintah Ibu Jema sambil menyerahkan sebuah kotak make up.
Siapa sangka para pagar ayu yang akan dimake-up adalah kumpulan anak SD yang tidak bisa diam. Mereka terus saja membuat Kirka kewalahan menghadapinya, sebagian hanya duduk tenang saat Kirka mulai memoleskan bedak, sebagian lagi, berlari mengelilingi Kirka dan berteriak-teriak kepada orang lain. Kirka hanya bisa menghela nafas panjang sambil melihat sekelilingnya. Acara resepsi pernikahan yang dilaksanakan outdoor ternyata merepotkan. Ruang make up yang begitu kecil membuat Kirka terpaksa mendandani para pagar ayu di belakang panggung hiburan yang diperuntukkan wedding singer. Ruangan yang cukup besar ini begitu berisi ketika anak-anak berlarian di dalamnya, sampai salah satu menabrak seorang cameraman. Cameraman itu bertubuh besar dan berisi, perawakannya dewasa tapi berantakan. Ia mengenakan batik bernuansa hijau dan celana jeans hitam. Senyum manisnya menyungging ketika mendapati seorang anak perempuan menabraknya. Ia adalah Mas Aga, kakak laki-laki Kirka. Ia seseorang yang handal dalam bidang perfilman indie dan idaman para wanita, khusunya teman-teman Kirka. Ia menenteng camcorder dan sebuah carrier cage* untuk kucing. "Kirka, mas nitip si Taro ya. Mas janji sama mama tadi mau bawa si Taro ke pet shop, tapi enggak sempet. Jadi, titip disini dulu ya. Nanti kalau acaranya sudah selesai, mas bawa ke pet shop sama kamu." Carrier cage untuk kucing itu segera diletakkan di ujung ruangan dan disambut hangat oleh para anak kecil yang merasa penasaran. "Yaaah, mas Aga. Nanti kalau Kirka diomelin Ibu bagaimana? Pokoknya mas ya yang tanggung!" ucap Kirka yang tidak setuju dengan tindakan abangnya itu. Tapi Aga tidak memerdulikannya, ia terus meloyor pergi.
Satria memetik gitranya di ujung ruangan sambil memerhatikan kerumunan anak kecil yang sibuk bercanda. Di tengah-tengah mereka ada seorang gadis yang terlihat kelelahan, membuat Satria ingin sekali membantunya. Tapi sayang, gengsi yang dimiliki Satria sangat besar. Sehingga ia, lebih memilih duduk di sisi lain ruangan sambil memetik gitarnya.
***
"One last touch," gumam Kirka, sambil memoleskan sedikit lipgloss bermerk Barbie pada bibir Ana yang akan menjadi pagar ayu. Dan selesai sudah pekerjaan terheboh Kirka kali ini, ia pun segera meninggalkan backstage untuk mengambil air mineral di luar. Tamu-tamu sudah berseliweran di sekitar area resepsi dengan busana formal yang berwarna senada. Kirka mengedarkan pandangannya dan menemukan Mas Aga sedang merekam segala hiruk-pikuk dalam pernikahan. Tapi, mata kirka tiba-tiba terpaku pada seseorang, radar "cowok-ganteng"-nya langsung beraksi tanpa aba-aba. Cowok itu berdiri sambil memangku gitar di atas panggung. Ia mengenakan kemeja putih dan celana jeans hitam. Perawakannya tinggi dan kurus, kulitnya sawo matang seperti habis terbakar matahari. Untuk ukuran seorang cowok, Kirka bisa memberikan dua acungan jempol untuk cowok itu. Tidak seperti kakaknya yang serawakan dan berantakan, pikir Kirka.
Di atas panggung berdiri tiga orang cowok yang bersiap nge-band. Mereka layaknya band Hanson yang terdiri dari tiga orang bersaudara berbeda umur. Abi pada gitar, Satria pada vokal dan gitar, dan yang terkecil, Rio pada keyboard. Mereka mulai melakukan sound check. Satria memetik-metik gitar akustiknya sambil menggumamkan beberapa lagu. Ia menoleh ke abangnya, "Bi, Kita mau bawain lagu apa?" Abi yang sedang mengetes bunyi bass-gitarnya hanya menunjuk kertas yang ada di depannya, "itu ada list lagunya, Sat." Satria mulai membolak-balik kertasnya, membaca kalimat demi kalimat liriknya, lalu ia mulai memainkan kuncinya. Satria sudah hafal lagu ini di luar kepala, tapi karena hari ini ia harus tampil di depan banyak orang, sepertinya, Satria harus tetap berjaga-jaga.
Sedangkan, Kirka benar-benar tidak dapat mengalihkan pandangannya dari arah panggung. Siapa juga yang tahan buat nggak ngeliatin cowok-cowok ganteng mau ngeband, dan lagi sound check. Aduh, Ibu dapet dari mana band isinya cowok ganteng semua?! Apalagi vokalnya seumuran sama gue, pekik Kirka dalam hati.
Satria mulai melantunkan sebuah lagu yang sangat familiar dan dibawakannya secara akustik. Kirka tahu lagu ini, "ini lagu Ronan Keating! When you say nothing at all." pekik Kirka hampir berteriak. Ah, sungguh aneh dirinya ini. Lagu ini kan memang lagu favorit acara pernikahan. Kenapa juga, dia harus sesemangat itu.
Suara bariton Satria benar-benar mengalihkan Kirka yang tidak beranjak sama sekali dari tempatnya. Sampai Kirka akhirnya menyadari ada sesuatu yang aneh di atas panggung. Sesuatu berwarna putih dan berbulu ada di balik drum set yang sedang tidak dimainkan. Ia yakin bahwa sesuatu-yang-berwarna-putih itu adalah Taro, kucing anggoranya yang ia tinggalkan di ruangan backstage. Panik, Kirka langsung berlari menuju Mas Aga untuk membantunya menangkap Taro. Satria yang baru saja menyelesaikan lagu pertama hendak mengambil botol mineral yang ada di bagian belakang panggung. Sontak, ia kaget dengan adanya seekor kucing di sebelah botolnya. Satria yang tidak begitu menyukai kucing hanya berdiri di tempatnya dan melirik kucing itu dengan tatapan aneh. Akhirnya, Kirka dan Mas Aga tiba di belakang panggung dengan nafas tersengal. Kirka menatap Satria yang terheran dengan kedatangannya. "Itu kucing lo?" tanya Satria dengan nada dingin. "I-Iya. Maaf ya." jawab Kirka seraya ia menggendong kucingnya di dada. "Lain kali, kalau punya kucing jangan dibawa kesini. Dijagain dong!" kali ini Satria sedikit membentak. Raut muka Kirka memerah, ia malu besar dengan kejadian ini. Bagaimana bisa kucing yang ia miliki ini mengubah semua pandangannya tentang Satria yang ganteng itu. Mas Aga hanya cekikikan, menertawai adiknya yang baru saja kena semprot. "Mas Aga!" bentak Kirka. "Kok mas malah ketawa sih? Bukannya belain aku tadi." "Hahaha. Kan bukan salah Mas, siapa yang ninggalin kucing di backstage sama anak-anak SD? Hahaha" kata Aga masih tertawa. "Yang ngomelin kamu tadi, namanya Satria. Adik laki-lakinya Mas Abi. Temen kuliah Mas." terang Aga sambil membantu adiknya mengangkat carrier cage Taro keatas meja. "Oh, adiknya Mas Abi. Ih, dingin banget sih. Nggak kaya Mas Abi, lemah lembut gitu." cibir Kirka. "Adiknya memang nggak suka kucing, Ka. Udah ah, mas mau ngambil gambar lagi.". Aga pun meninggalkan Kirka di backstage hanya berdua dengan si Taro. "Taro, kamu ini kok bandel sih! Aku kan udah bilang jangan nakal." Kirka menatap kedalam kandang sambil mengacungkan jari telunjuknya, berusaha berkomunikasi dengan kucing nakalnya itu. "Emang kucing ngerti lo gituin? Pantes aja kabur." cemooh suara berat cowok yang berasal dari belakangnya. "Apa sih lo? Suka kucing aja nggak. Maaf deh, kalau kucing gue tadi ganggu soundcheck lo." jawab Kirka tanpa mengalihkan pandangannya dari Taro. "Iya, emang lo ganggu banget tadi." jawab Satria lagi sambil lalu. Ih, cowok apaan nih? Salah banget gue bilang dia keren. Nyatanya ngomongnya kaya orang minta dilempar pake sendal, pikir Kirka.
Acara pesta sudah setengah jalan, sudah saatnya para tamu menikmati hidangan pesta. Termasuk Kirka yang daritadi sibuk mengantri di setiap sudut ruangan untuk mendapatkan makanan yang berbeda. Dari dimsum sampai soto, dari creepes sampai kerak telor, semua sudah dijajah dan dicoba oleh Kirka. Perut karetnya ini memang tidak pernah berhenti mengunyah di setiap kesempatan, tapi kebiasaanya tidak membuat ia gemuk. Untuk seseorang yang berumur enambelas tahun, ukuran badannya memang tidak kecil, tapi tidak juga besar. Dan ia bangga pada bentuk tubuhnya ini.
Kirka sedang melahap suapan terakhir es buahnya ketika ibunya memanggil, "Kirka, sini nak! Mama perkenalkan teman lama mama yang sangat membantu acara pernikahan kali ini." Kirka sudah berdiri di antara ibunya dan mas Aga. (ia terlihat sangat kecil. karena, ibunya dan mas Aga sangat tinggi.) Ia tersenyum pada keluarga yang ada di depannya. Seorang ayah dan ibu dengan tiga anak laki-laki. Ya, siapa lagi ketiga anak laki-laki itu, kalau bukan anggota band yang soundchecknya sempat diganggu oleh kucing Kirka. Kirka hanya tersenyum simpul dan ingin segera pergi dari situ sebelum Satria menatapnya dengan tatapan maut. Nyatanya, Satria hanya sibuk memakan sisa dimsumnya. "Kirka, ini Oom Wisnuhadi Ramadya dan Tante Diajeng Ramadya. Mereka berdua yang punya butik untuk kebaya kita dan pengantin kita hari ini lho." kata ibunya bersemangat. Sedangkan yang diperkenalkan hanya tersenyum lebar ke arah Kirka. Ibu Jema memang paling senang memperkenalkan teman-temannya kepada anak bungsunya ini. Untuk masa depan, katanya. "Nah, kalau yang ini anak-anaknya." "Yang paling besar Abi. Kamu pasti sudah tau, dia kan teman kuliah kakakmu," lanjut Ibu Jema masih bersemangat. "Yang ini, Satria dan Rio. Satria seumuran sama kamu kok, dan kalau mama nggak salah, kalian berdua satu sekolah ya?" jlep! Kirka sama sekali tidak tahu menahu kalau dia dan Satria satu sekolah. Dia kan bukan kutu buku yang anti sosial, masa iya dia tidak pernah tahu? "E-eh. Hm, hee, iya kayanya, ma." jawab Kirka ragu-ragu. "Oh iya ya? Kamu sudah kenal Kirka dong ya, Satria?" tanya Ibu Diajeng pada anaknya yang sedang mengedarkan padangan dan tidak fokus dengan percakapan. "Ha? Kenapa ma?" tanya Satria lagi. "Kamu sudah kenal sama Kirka ya?" ulang Ibu Diajeng. "Oh. Sudah. Tadi, di backstage." jawab Satria sambil lalu. "Apa-apaan nih cowok? orang nanya kemana, dia jawabnya apa," bisik Kirka dalam hati. "Lho, kirain kenal di sekolah." sambung Ibu Jema lalu melanjutkan pembicaraan lain dengan ayah-ibu Ramdya.
Acara resepsi pernikahan sudah selesai, hanya tinggal keluarga pengantin dan beberapa panitia pernikahan, termasuk keluarga Kirka dan Satria.
"Jadi, lo satu sekolahan sama gue, ya?" suara Satria mengagetkan Kirka yang sedang melamun.
"Ha? Iya mungkin." jawab Kirka sekenanya.
"Oh. Gue nggak pernah lihat elo." kata Satria lalu meninggalkan Kirka yang masih keheranan. Gue yakin ada yang aneh sama cowok itu.
***
*Carrier cage: kandang untuk binatang peliharaan yang bisa dibawa kemana saja. Berbentuk kotak berukuran lebih kecil setengah dari kandang normal.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar