Sabtu, 22 Mei 2010

2nd Chapter: "Tell me, is it me who's dreaming?"

I don't quite know
How to say
How I feel

Those three words
Are said too much
They're not enough
Chasing Cars - Snow Patrol

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga siang, Kirka merapikan isi tasnya yang berantakan, karena, sempat memasukkan barang secara asal-asalan. Ia mengeluarkan ipod black classic-nya dari dalam tas dan menyelipkan headset berwarna hijau muda di telinganya. Sambil berjalan menuju kantin, Kirka sempat menyapa beberapa temannya dan mengajak mereka untuk ikut makan di kantin. Auri baru saja membeli semangkuk bakso, langsung duduk disebelah Kirka yang masih menunggu pesanan. 
"Nggak bareng Satria?" tanya Auri lalu menyuap kuah baksonya.
"Belum kelihatan, Ri. Lo juga nggak sama Galang?"
"Dia nggak masuk. Nggak makan, Ka?"
"Nggak. Cuma pesan Jeruk hangat." jawab Kirka sambil bertopang dagu.
"Eh Ka, itu Satria. Lagi jalan sama Tio." Auri mengarahkan Kirka dengan menatap orang yang ada di seberang kirinya. Kirka menatap orang yang ditunjuk Auri. Ia ingin sekali memanggil Satria lalu mengajak dia duduk di sebelahnya. Tapi, ia urungkan niat itu. Ia tahu percuma saja, Satria pasti akan lebih memilih duduk bersama teman-temannya. 
"Nggak diajak kesini, Ka?" tanya Auri, heran.
"Biarin aja. Nanti dia juga kesini." kata Kirka sambil mengibaskan tangannya di depan dada.
Pesanan Kirka sudah tiba di meja. Ia meyeruput perasan jeruk hangatnya lalu mengganti lagu yang sedang diputar di ipod-nya. Terlalu mellow untuk suasana hatinya yang juga sedang mellow. Apalagi, suasana mendung yang mendukung akan memperparah ke-mellow-an harinya. Kirka memerhatikan Auri yang tiba-tiba mendapat telepon dari Galang. Betapa perhatiannya Galang sama Auri, sampai harus menelfon Auri saat dia tidak masuk.
Ingin sekali Kirka bandingkan dengan Satria yang sangat cuek dengan dirinya. Bahkan, dari dua kali nge-date, keduanya tidak ada yang romantis. Ia dan Satria hanya sempat berkeliling Jakarta dengan busway, dan nonton film di Jakarta theatre. Oke, memang cukup menyenangkan bisa keliling Jakarta dengan busway. Tapi, gimana mau menyenangkan kalau Satria hampir terus membungkam mulut, selalu saja Kirka yang memulai percakapan. Satria mulai lebih sering berbicara ketika mereka berada di Museum Nasional. Ia menceritakan detail demi detail yang ia tahu tentang patung-patung disana. Kirka sadar dirinya bosan, tapi, dengan melihat Satria yang bersemangat, ia berusaha untuk tidak bosan. 
"Satria ke sini tuh." bisik Auri membangunkan Kirka dari lamunannya.
Satria berjalan ke arah mereka berdua, ia menyapa Auri lalu duduk di sebelah Kirka. Kirka berusaha cuek dengan kedatangannya. Padahal, ia sadar hatinya sedang berlonjak kegirangan. Satria mengambil salah satu earplug Ipod Kirka dan dipasangkan di telinganya. Alunan lagu Heartbeat dari Tahiti 80 mengisi keheningan yang mereka rasakan. Auri sadar, ia harus segera pergi dari situ dan membiarkan mereka berdua. Ia pun pamit dengan Kirka dan Satria lalu berjalan keluar kantin. Kirka dan Satria masih diliputi keheningan, masing-masing hanya mengikuti suara Xavier Boyer sambil menggumamkan beberapa lirik lagunya. 
"Kirka, maaf ya. Hari ini aku nggak bisa nganterin kamu pulang. Lagi." kata Satria, akhirnya membuka mulut. "Ya sudah. Latihan band lagi, ya?" Kirka berusaha agar suaranya tidak terdengar aneh. Satria hanya mengangguk, "lombanya sudah tinggal tiga hari lagi, Ka." jelas Satria. Kali ini Kirka yang mengangguk, tanda ia mengerti maksud Satria. Kirka lalu berdiri dan melepaskan earplug dari telinga Satria, "aku pulang ya. Kamu nanti jangan lupa makan. Oke?". Satria juga ikut berdiri dengan tampang bersalah. Ia yakin, ia adalah pacar yang keterlaluan dengan meninggalkan Kirka pulang sendiri untuk ketiga kalinya dalam minggu ini. Ia pun menatap punggung Kirka yang sudah berada jauh darinya. Sudahlah, bisiknya dalam hati.

Suasana rumah Kirka selalu begini, sepi. Hanya ada suara anak-anak tetangga yang sedang bermain di depan rumah. Sedangkan di dalam rumahnya, Ibu Jema sedang sibuk bekerja di ruang kerjanya atau sedang keluar rumah untuk bertemu klien. Kalau mas Aga, ia selalu kuliah sampai malam, atau sedang mengerjakan proyek film-nya. Kirka menatap makan siangnya, ia sama sekali sedang tidak berniat makan. Ibu Jema sedang bersiap-siap untuk bertemu klien, pakaian kerjanya yang terlihat cukup santai membalut indah badannya. Limabelas menit kemudian Ibu Jema sudah pergi dengan Toyota Swift mungilnya. Kirka tidak menghabiskan beef lasagna-nya. Ia memilih untuk pergi ke kamar dan menyalakan laptop-nya untuk mengerjakan tugas proposal. Beberapa kali Kirka merasa tidak konsentrasi dan terus mengecek handphone-nya setiap lima menit. Ia akhirnya mengetik sebuah SMS untuk Satria.

To: Satria
Udh selesai latihannya?



Satria akhirnya menyelesaikan lagu terakhir untuk latihannya kali ini. Ia lalu menaruh kembali gitar listrik sekolahnya dan merapikan ruang auditorium yang sedikit berantakan tersebut. Tio sang keyboardist memilih untuk pulang duluan. Karena, ia sudah beberapa kali ditelfon ibunya. Hanya tinggal Satria dan Raka yang sedang berjalan menuju parkiran motor di seberang ruangan auditorium. "Semoga, kali ini kita menang ya, Sat." kata Raka sambil menyalakan motor bebeknya. "Iya." jawab Satria. Ia merasa handphone-nya bergetar dan mendapati pesan baru di layar. Motor bebek Raka sudah melesat pergi keluar gerbang sekolah. Satria sempat membalas dulu SMS sebelum akhirnya ia juga melesatkan motornya keluar sekolah. 

Parkiran motor Cilandak Townsquare kali ini cukup penuh. Satria pun memarkir motornya dengan hati-hati. Kalau bukan karena Ibunya yang ingin dibelikan Breadtalk, ia sama sekali tidak mau pergi ke mall sendirian. Satria akhirnya tergugah untuk mengecek beberapa latest cds di Ak.sa.ra., ia melihat-lihat beberapa new release dan memilih untuk membeli album ketiga dari Franz Ferdinand. Ia memang peminat aliran british rock. Entah kenapa, menurutnya, british rock atau british pop adalah aliran lagu paling menggambarkan dirinya; random tapi easy listening. Dan untungnya, Kirka sang pacar, juga setuju dengan keyakinannya ini. Satria sempat melirik lagi tumpukan cd sebelum ia berjalan menuju rak buku. Ia melihat-lihat beberapa buku unik tentang fotografi dan musik, betapa ia kagum dengan orang yang dapat membidik begitu banyak gambar indah dan penuh arti lalu dijadikan sebuah buku yang menarik. Hampir setiap rak buku telah di telusuri oleh Satria, ia selalu suka tempat yang sepi dan tenang. Ia bisa saja menghabiskan dua jam hanya untuk mengecek cd atau buku terbaru di toko favoritnya ini. Dan lagi-lagi, ia sangat beruntung punya pacar yang mempunyai sifat yang sama sepertinya. Satria terhenti sesaat ketika ia menemukan sebuah novel remaja di sebelah buku yang baru saja ia lihat. Kirka pasti suka buku ini, pikir Satria. Ia pun membawa buku tersebut dan cd Franz Ferdinand-nya ke kasir. Setelah keluar dari Ak.sa.ra, Satria langsung menuju Breadtalk dan berniat untuk langsung pulang. 
Satria mengengendarai motornya di Jl. TB Simatupang yang cukup lengang, tapi niat untuk langsung pulangnya ia urungkan dan malah mengendarai motornya menuju daerah Lebak Bulus. 

Kirka terbangun dari tidur siangnya karena suara handphone yang berdering cukup keras di sebelahnya. Ada pesan baru di layar handphone, dan segera ia baca isi pesan tersebut.

From: Satria
Udh. Bru aj slsai.



Kirka tersenyum senang dengan balasan SMS dari Satria. Meskipun isi pesan singkat itu terlalu singkat jika ditujukan untuk seorang pacar. Ah, Sudahlah.
Kirka mendengar suara bel rumahnya berbunyi, ia pun segera berlari turun menuju pintu depan rumahnya. Sebelum, membuka kunci pintunya, Kirka mengintip orang yang berada di balik pagar rumahnya. "Satria?" bisik Kirka tidak percaya. Dengan cepat Kirka membuka kunci pintu rumahnya dan membukakan pagar untuk Satria. Kirka sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa excited nya. "Hai." sapa Satria, "aku nggak ganggu tidur siang mu kan?". Mana mungkin juga sih, seorang pangeran seperti Satria akan menganggu tidur siangnya. "Ya nggaklah. Ayo masuk, Sat." jawab Kirka lalu membukakan pagar rumahnya lebih lebar lagi agar motor Satria bisa masuk. Satria pun duduk di teras rumah Kirka sambil menunggu minuman yang sedang disiapkan oleh pacarnya. Tidak lama Kirka datang dengan membawa nampan berisi dua gelas teh dan setoples kue kering. "Ada apa, Sat?" tanya Kirka seraya duduk di kursi terasnya. "Sebenarnya, nggak ada apa-apa sih, Ka. Aku merasa agak bersalah sama kamu. Jadi, tadi aku mampir ke Ak.sa.ra terus beliin kamu, ini." jelas Satria lalu memberikan sebuah buku yang tadi ia beli kepada Kirka. "Wicked Lovely? Asyik. Makasih Satria. Kamu tau aja selera bukuku. Hehehe." raut muka excited Kirka begitu terpancar sampai meluluhkan cowok yang sedang ada di depannya. "Iya, sama-sama, sayang." Eh? Kirka benar-benar tidak memercayai apa yang baru saja ia dengar. Seorang Satria Ramadya baru saja memanggilnya "sayang". Sejak pertama kali ia pacaran dengan seorang Satria dari tiga bulan yang lalu, ia baru kali ini mendengar sebuah kata ajaib. 
Satria menyadari air muka Kirka yang sedikit berubah, "kamu... nggak suka ya kalau aku panggil, "sayang"?" tanya Satria hati-hati. "Ha, ya nggaklah. Cuma, aku heran aja. Tapi, aku suka kok. Suka banget. Hehehe." jawab Kirka dengan cengiran khasnya yang menunjukkan rentetan giginya yang putih dan rapi. Satria pun tersenyum bahagia lalu mengusap rambut hitam-bergelombang Kirka. "Aku pulang ya. Takut keburu hujan." Satria lalu berdiri lalu menghabiskan teh yang sudah disediakan Kirka. "Hm, cepat banget deh. Ya sudah, daripada kamu kehujanan." kata Kirka yang mengikuti Satria menuju garasi. Satria menyalakan motornya lalu mengenakan sebuah helm merah. Dibalik helm itu, Kirka masih bisa melihat mata Satria yang berkedip padanya. "Hati-hati ya, Satria. Sayang." seru Kirka dan memberi penekanan pada kata terakhir. Kata itu terdengar aneh di telinga Satria, tapi ia sangat suka mendengarnya. Motor Satria pun sudah ada di ujung jalan dan akhirnya sudah tidak lagi terlihat oleh Kirka. 
Kirka mengunci pagar dan pintu rumahnya lalu kembali ke kamarnya yang ada lantai atas. Ia menatap buku Wicked Lovely pemberian Satria. Sayangnya, Kirka sudah membaca buku ini dalam versi bahasa Indonesia. "Biarin aja deh dibaca lagi, toh nggak ada ruginya. Lagipula ini kan versi bahasa Inggris." kata Kirka sambil membuka bungkus buku itu perlahan.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar